Carmudi.co.id
Aplikasi Carmudi.co.id
Prediksi Harga Kendaraan Anda

Klaim Asuransi dan Perundang-undangannya

Klaim Asuransi dan Perundang-undangannya

Siapa yang tidak geram jika klaim asuransi mobil kita ditolak oleh pihak perusahaan asuransi.

Padahal kewajiban membayar premi asuransi setiap bulannya selalu dipenuhi.

Meskipun ada beberapa faktor yang tidak ada dalam perjanjian sehingga memang tidak bisa diklaim, namun ada juga beberapa kasus yang terbukti bahwa perusahaan asuransi memperlambat pembayaran klaim pada nasabah.

Setelah nilai klaim yang ditawarkan telah disepakati, namun hingga (ambil contoh maksimal) 30 hari lamanya belum juga dilakukan pembayaran kepada nasabah.

Untuk menanggulangi hal ini kita sebagai warga negara yang baik, hendaknya mengambil jalur hukum. Namun sebelum itu, kita juga harus mengetahui perundangan menyangkut kasus ini.

Undang Undang

Mengenai larangan keterlambatan pembayaran klaim asuransi, dapat kita temui pengaturannya dalam Pasal 23 ayat (1) PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (PP 73/1992):

“Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan, yang seharusnya dilakukan yang dapat mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim.”

Jangka waktu pembayaran klaim asuransi sendiri telah diatur dalam Pasal 27 Keputusan Menteri Keuangan No. 442/KMK.06/2003 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi:

“Perusahaan Asuransi harus telah membayar klaim paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak adanya kesepakatan antara tertanggung dan penanggung atau kepastian mengenai jumlah klaim yang harus dibayar.”

Sedangkan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan tersebut di atas dapat kita lihat dalam Pasal 37 PP 73/1992 yang menentukan:

“Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan pelaksanaannya tentang perizinan usaha, kesehatan keuangan, penyelenggaraan usaha, penyampaian laporan, pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi, atau tentang pemeriksaan langsung, dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha, dan sanksi pencabutan izin usaha.”

Berdasarkan ketentuan- ketentuan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bagi perusahaan asuransi yang terlambat atau tidak membayarkan klaim asuransi dapat dikenai sanksi berupa peringatan, pembatasan kegiatan usaha, dan sanksi pencabutan izin usaha.

Langkah awal yang harus dilakukan adalah menanyakan dulu kepada pihak perusahaan asuransi tersebut, kapan mereka akan melakukan pembayaran.

Lebih baik juga bagi anda untuk menyebutkan kepada pihak perusahaan asuransi mengenai adanya kewajiban bagi perusahaan asuransi untuk melakukan pembayaran klaim asuransi tersebut dalam jangka waktu 30 hari, sejak adanya kesepekatan mengenai jumlah klaim yang harus dibayar.

Jika kemudian perusahaan asuransi tetap tidak melakukan pembayaran klaim asuransi yang telah disepakati kepada nasabah, maka anda selaku nasabah tersebut dapat melakukan gugatan perdata atas dasar wanprestasi.

Dalam menyelesaikan sengketa perdata, pengadilan bukan merupakan satu-satunya lembaga untuk menyelesaikan sengketa, namun ada juga penyelesaian sengketa dengan cara di luar pengadilan.

Penyelesaian di Luar Pengadilan

Penyelesaian di luar pengadilan ini umumnya sudah lazim digunakan oleh negara-negara maju terutama konflik dalam dunia usaha atau bisnis.

Penyelesaian sengketa atau konflik ini biasa disebut Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR).

Bentuk dari ADR ini meliputi; Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, atau Arbitrase.

Penyelesaian dengan ADR ini bertujuan dengan harapan proses penyelesaian dapat dilakukan dengan cepet, menekan biaya yang dikeluarkan agar tidak besar, dan dapat ditangani oleh orang yang ahli dalam bidangnya.

Berikut uraian cara penyelesaian konflik melalui ADR:

1. Negosiasi

Cara ini seperti yang kita ketahui pada umumnya, bahwa negosiasi merupakan perundingan atau musyawarah yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa atau berselisih dengan melakukan tawar menawar hingga tercapainya kesepakatan dalam penyelesaiannya.

Proses negosiasi ini bisa dilakukan langsung oleh pihak terkait atau bisa melalui perantara negosiator masing-masing pihak sebagai penghubung, penengah dan inisiator.

Demi tercapainya kesepakatan yang diinginkan, hendaknya negosiator memiliki kemampuan negosiasi yang baik, memahami permasalahan yang mendalam, dan mampu memberikan argumentasi yang detail mengenai transaksi dan sengketanya.

2. Mediasi

Mediasi adalah salah satu upaya penyelesaian sengketa atau konflik dengan melibatkan pihak ketiga atau mediator sebagai pihak luar (netral) dari kedua belah pihak yang bersengketa.

Tugas mediator hanya membantu mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak.

Mediator sendiri tidak berwenang untuk memberikan putusan yang mengikat terhadap salah satu pihak.

Orang yang dapat ditunjuk sebagai mediator haruslah mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang luas dan menguasai permasalahan yang sedang terjadi.

Pada kasus klaim asuransi mobil, cara mediasi ini tidak lazim digunakan karena pihak nasabah dan perusahaan asuransi lebih memilih berhadapan langsung atau dengan negosiator masing-masing.

3. Konsiliasi

Meskipun tidak jauh berbeda dengan mediasi yang menggunakan mediator, konsiliasi mempunyai sedikit perbedaan, yakni pihak ketiga dapat mengajukan usulan kepada para pihak yang bersengketa atas solusi yang akan diambil.

Jika ini disetujui, maka bisa dilanjutkan dengan pertemuan dan negosiasi.

4. Arbitrase

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa dengan cara menunjuk seorang atau beberapa arbiter wasit) yang ditunjuk oleh pihak yang bersengketa.