Berita

CEO Adira Insurance : Peluang Bisnis Asuransi Cerah, Namun Terbentur Berbagai Kendala

“Prospek asuransi umum di Indonesia cukup cerah karena Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Syarat asuransi tumbuh kan terkait pertumbuhan ekonominya. Apalagi kelas menengah di negara kita juga banyak, sehingga market asuransi juga jadi luas,” ujar Julian Noor

Penulis : Zainal Abidin

Julian Noor

Julian Noor, CEO/President Director Adira Insurance yang baru menjabat awal November lalu (Carmudi Indonesia/Zie)

Jakarta – Industri asuransi di Indonesia masih menunjukkan perkembangan ke arah yang positif di tahun-tahun mendatang. Hal ini disampaikan langsung oleh CEO/President Director Adira Insurance yang baru, Julian Noor.

Beberapa parameternya dijelaskan Julian Noor bisa dilihat dengan jelas.

“Prospek asuransi umum di Indonesia cukup cerah karena Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Syarat asuransi tumbuh kan terkait pertumbuhan ekonominya. Apalagi kelas menengah di negara kita juga banyak, sehingga market asuransi juga jadi luas,” ujar Julian Noor di Te Sa Te Menteng, Jakarta, Selasa (28/11).

Menjajaki peluang ini, Julian mengaku sudah menyiapkan berbagai langkah strategis, salah satunya dengan antisipasi kehadiran kompetitor yang memulai bisnis asuransi dengan model yang belum pernah difikirkan sebelumnya.

“Kalau menurut saya, base on leadership style. Memang merubah itu gak gampang, tapi minimal standardnya kalau mau baik dan maju, minimal harus dari saya dulu yang ngasih contoh. Kita harus cerdik menyikapi kondisi ekonomi saat ini. Tidak tertutup kemungkinan 2-3 tahun ke depan akan hadir bisnis asuransi dengan model yang tidak pernah terfikirkan. Makanya strategi ke depan, saya akan mengumpulkan karyawan atau SDM yang punya ide inspiratif dan kekinian,” ujarnya.

Kesadaran Asuransi di Masyarakat Terbentur Banyak Kendala

Salah satu kendala klasik yang menghambat pertumbuhan industri asuransi di Tanah Air menurut Julian Noor adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk melindungi asetnya dengan alasan asuransi bukan termasuk kebutuhan utama.

“Di Indonesia asuransi jadi kebutuhan kelima atau keenam. Orang lebih mengutamakan makan, beli kendaraan atau lain-lain,”lanjut pria lulusan Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor ini.

Kultur budaya gotong-royong termasuk pemicunya. Sehingga saat terjadi masalah, kita akan berfikir masih ada orang lain atau saudara yang akan menolong.

“Jadi ada kesan mengandalkan orang lain. Beda halnya di negara maju yang memang tidak punya kultur seperti kita. Disana orang akan berfikir harus tetap survive saat diterpa musibah. Nah, kedepan bisa terjadi pemikiran seperti ini, jadi sebaiknya kita harus mulai berpikir untuk memproteksi diri sendiri.”

Alasan lain yang tidak kalah berpengaruh adalah masih banyaknya anggapan bisnis asuransi bertentangan dengan agama. Kehadiran bisnis asuransi syariah menjadi solusi akan anggapan tersebut.

Terakhir adalah masalah bad experience terkait proses klaim pemegang polis asuransi. Hal ini juga menimbulkan keengganan masyarakat untuk membeli polis.

“Masyarakat masih beranggapan asuransi belum terlalu baik, itu imej yang muncul. Tapi sekarang dengan banyaknya sosial media, pengawasan masyarakat tentunya makin ketat. Jadi kalau ada asuransi yang masih macam-macam, tunggu aja 1-2 tahun berikutnya,” terang Julian Noor.

“Kami di Adira punya aplikasi yang memudahkan proses klaim tanpa harus kemana-mana. Dalam konteks melayani ini jadi andalan kami dalam memenuhi kebutuhan konsumen kami. Harus diingat, kami punya 8,3 juta orang pemegang polis asuransi Adira, dan ini benar-benar harus kami maintenance,” pungkasnya.

Tutus Subronto

Tutus Subronto memulai karirnya di dunia otomotif sebagai jurnalis di Media Indonesia. Sejak 2008, telah meliput beragam kegiatan otomotif nasional. Terhitung Januari 2014 masuk sebagai tim Content Writer di Carmudi Indonesia. Kini terlibat di tim editorial Journal Carmudi Indonesia untuk mengulas dan publikasikan berita-berita otomotif terbaru. Email: tutus.subronto@icarasia.com

Related Posts