Melintas di Jalan Tol ‘Horor’ Makin Menyeramkan

Jakarta – Usianya belum lama, baru Juni 2015 lalu, ruas tol sepanjang 116 km ini diresmikan Presiden Jokowi. Bagaimana kondisinya sekarang?
Jalan tol ‘horor’ yang sempat merenggut banyak jiwa paska dioperasikan, kini semakin menyeramkan untuk dilintasi.
Tol Cikopo – Palimanan (Cipali) yang dikelola PT Lintas Marga Sedaya (LMS) terbentang sepanjang 116 km menghubungkan daerah Cikopo, Purwakarta dengan Palimanan, sampai Cirebon, Jawa Barat.
Keberadaannya diklaim memperpendek jarak tempuh sejauh 40 km dan memotong waktu tempuh 1.5 sampai 2 jam dibandingkan melewati Jalur Pantura Jabar.
Melansir Wikipedia, pengerjaan tol Cipali dibiayai dengan Skema Private Public Partnership (PPP) atau kerja sama Pemerintah Swasta (KPS).
Pembangunan digarap PT Lintas Marga Sedaya (LMS/Linmas) dengan komposisi pemegang saham adalah Operator Jalan di Negara Malaysia Barat yaitu, PLUS Expressways Berhad Sebesar 55% dan PT Baskhara Utama Sedaya sebesar 45%.
Tau total investasinya? Sebesar Rp. 12,56 triliun dan masa konsesi 35 tahun.
Proyek tol ini dimulai dengan ground breaking oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto pada 8 Desember 2011 dan diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 13 Juni 2015.
Belum genap dua tahun dioperasikan, kondisinya saat ini malah makin menyeramkan.
Banyak Lubang Menganga Tersebar di Sepanjang Jalur
Human error memang masih jadi penyebab utama seringnya terjadi kecelakaan, ditambah infrastruktur yang kini makin memburuk.
Pantauan Carmudi Indonesia, saat melintas tol Cipali baik di lajur kanan maupun kiri, semakin banyak lubang menganga. Lubang yang harus direspon dengan sigap oleh pengemudi.
Tak jarang pula ketika sedang memacu kencang secara tiba-tiba harus bermanuver menghindari lubang. Kalau tidak sempat, ya pasrah mobil yang sedang melaju 100 kpj melindas lubang jalan.
Belum lagi banyaknya cone-cone yang diletakkan tak melulu di sisi jalan, sebagai penanda jalan sedang diperbaiki. Kadang banyak cone di tengah ruas tol.
Tak ayal, kondisi tersebut membuat para pemobil memelankan laju dan berebut masuk ke satu jalur tersisa, karena selebihnya ada perbaikan jalan.
Lubang-lubang tersebut menyebar rata di seluruh lajur jalan, tak hanya pada sisi sebelah kiri dimana biasanya truk truk besar berjalan seperti keong, dibawah batas kecepatan minimal 60 kpj.
Dan sayangnya, belum semua lubang diberikan rambu peringatan yang jelas. Terkadang hanya menggunakan cone, tak jarang dibiarkan begitu saja sampai mata pengemudi melihatnya sendiri dan bereaksi.
Itu siang hari. Bayangkan kalau malam hari ditengah minimnya penerangan jalan. Apa yang bisa dilakukan pengemudi untuk menghindar dari rusaknya jalan?
Kondisinya jadi serba salah. Manuver dadakan punya potensi bahaya yang sangat besar, sedang pasrah melindas lubang dalam kecepatan tinggi bisa membuat kaki kaki mobil menderita.
Berkendara secara monoton pada kecepatan tinggi di atas lintasan yang didominasi lintasan lurus saja sudah membahayakan, karena rawan ngantuk dan butuh konsentrasi lebih, apalagi ditambah jalan yang rusak.
Bisa dibayangkan potensi bahaya seperti apa yang mengancam pengendara yang bahkan sudah membayar lebih dari Rp 100 ribu untuk melintas di tol Cipali sepanjang 116 km.
Seharusnya ada respon yang super cepat untuk menanggulangi permukaan jalan yang cepat memburuk, demi keselamatan para pengguna jalan.
Seandainya pun diperbaiki, juga tetap harus mempertimbangkan kondisi permukaan jalan. Tak jarang perbaikan hanya berupa tambalan-tambalan yang menonjol lebih tinggi dari permukaan jalan.
Kondisi yang sebenarnya masih mirip-mirip. Hanya tingkat resiko kecelakaan setidaknya bisa diminimalisir, meski urusan kenyamanan dan durabilitas kaki kaki mobil masih menjadi kendala selanjutnya.
Atau kondisi seperti ini dibiarkan juga semata mata demi keselamatan. Dengan banyaknya lubang di permukaan jalan, secara otomatis para pengemudi akan lebih waspada, sehingga tidak mengantuk, jadi meminimalisir potensi kecelakaan.
Tapi alangkah lebih baik juga, ditengah kondisi alam dan cuaca yang ‘keras’ di sepanjang ruas tol Cipali, sepertinya pemilihan kualitas material perlu lebih sedikit diperhatikan secara serius.
Sehingga, jangan lagi terjadi jalan tol yang belum genap berusia dua tahun, kondisinya sudah seperti ABG puber yang mulai banyak jerawat.
Komponen Mobil yang Rawan Rusak Saat Melibas Lubang
- Memang sulit menghindari lubang saat melaju di kecepatan tinggi. Jadi pasrah saja kalau ban jadi benjol atau bahkan pelek jadi peyang.
- Komponen kaki kaki lain yang rawan rusak adalah ‘knuckle’. Rawan bengkok kalau sudah melindas lubang dalam kecepatan tinggi. Kalau bengkoknya parah, posisi roda juga lebih mundur. Handling mobil jadi kacau dan membuat umur pakai ban lebih cepat. Efek yang dirasakan saat mengemudi, biasanya setir akan lebih menarik ke salah satu sisi, ke kiri atau ke kanan.
- Lower arm juga rentan bengkok saat terkena dampak lubang. Terutama bagi mobil yang memiliki ground clearance rendah. Seandainya sudah bermasalah, posisi ban bisa terlalu ‘membuka’ atau justru menekuk ke bagian dalam.
- Sokbreker sudah pasti ikut terkena ganasnya lubang jalan saat dilibas pada kecepatan tinggi. Posisi dudukan bawah rentan rusak. Bisa miring bahkan patah.
Bagaimana Cara Nyetir Aman di Tol Cipali?
- Sebisa mungkin hindari melakukan manuver dadakan hanya karena menghindari lubang.
- Saat melibas lubang, jangan pernah menginjak rem. Kenapa? Ketika direm, maka beban mobil akan pindah ke depan. Otomatis, beban pada ban depan akan lebih berat.
- Sebelum berangkat, pastikan tekanan angin semua ban sesuai dengan rekomendasi pabrikan. Biasanya tertera pada stiker yang menempel di frame pintu mobil.
- Pastikan bobot mobil, penumpang dan barang tidak melebihi kapasitas maksimal yang bisa ditanggung sesuai standar pabrikan.
- Usahakan distribusi bobot yang merata, baik komposisi bobot penumpang maupun barang. Usahakan bobot merata diterima semua bagian mobil. (Ja/Zie)