Sumber informasi

Mengenal Bahan Baku Baterai Lithium Mobil Listrik

Kenapa harga mobil listrik mahal? Sederhananya karena bahan baku baterai lithium yang digunakannya tak bisa diperoleh sembarangan. Mesti ditambang kemudian diproses dengan tahap yang cukup panjang.

Tapi satu hal yang pasti, Indonesia memiliki stok begitu melimpah.

Bahan Baku Baterai Lithium

Ilustrasi baterai lithium mobil listrik. (Foto: Wikimedia)

Mayoritas mobil atau motor listrik yang beredar saat ini menggunakan baterai lithium yang berfungsi untuk menyimpan energinya. Baterai menjadi komponen inti dan bisa dibilang ‘nyawa’ dari kendaraan listrik.

Faktanya, harga baterai mobil listrik bisa memakan biaya 10% sampai 50% dari harga keseluruhan mobil tersebut.

Baterai yang dibicarakan di sini beda dengan baterai yang menempel pada kendaraan bermesin pembakaran internal. Baterai pada kendaraan semacam ini yang kerap disebut aki fungsinya sebatas starting, lighting, dan ignition (SLI).

Kendaraan listrik membutuhkan baterai yang lebih canggih atau lebih kuat untuk bisa membawanya melaju jarak jauh.

Baterai lithium pada kendaraan listrik terbuat dari sejumlah bahan baku, antara lain kobalt. Namun, yang saat ini sedang jadi perbincangan hangat adalah nikel.

Indonesia disebut-sebut memiliki cadangan nikel dalam jumlah sangat besar dan diprediksi bisa mengambil peran strategis dalam perkembangan kendaraan listrik ke depan.

Sebagian Carmudian mungkin lantas bertanya-tanya, memang seberapa banyak stok nikel yang dimiliki Indonesia? Asal tahu saja, saat ini Indonesia bisa dibilang salah satu produsen bijih nikel terbesar di dunia.

Menurut catatan, pada tahun 2019 lalu total produksi nikel dunia mencapai 2.668.000 ton Ni. Indonesia sendiri menyumbang 800.000 ton Ni. Dengan begitu angka produksi Indonesia menjadi yang paling besar di antara negara-negara lain.

Sebagai gambaran, Filipina yang berada di peringkat dua saja angkanya jauh lebih kecil, yaitu 420.000 ton Ni. Apalagi dibanding Rusia di posisi tiga yang hanya menghasilkan 270.000 ton Ni atau New Caledonia di bawahnya dengan 220.000 ton Ni.

Manfaat Nikel di Kehidupan Sehari-hari

Nikel Indonesia Jadi Primadona

Selain digunakan sebagai bahan baku baterai lithium, nikel juga memiliki banyak manfaat untuk kehidupan sehari-hari.

Nikel termasuk hasil tambang kategori logam yang bernilai tinggi. Nikel memiliki asal usul dari sisa tumbuhan atau makhluk hidup yang terkubur sejak jutaan tahun lalu.

Logam dengan warna keperakan ini punya sifat yang alot tapi mudah dibentuk. Selain itu nikel juga tahan karat.

Maka itu wajar jika nikel digunakan sebagai bahan campuran untuk membuat stainless steel seperti yang bisa dijumpai pada parabot rumah tangga. Misalnya sendok, garpu, pisau, dan sebagainya.

Selain itu, uang logam yang beredar di Indonesia juga ada yang terbuat dari nikel, contohnya koin pecahan Rp1.000.

Produsen otomotif sendiri sebenarnya sudah cukup akrab dengan nikel lantaran bahan baku ini juga bisa ditemukan sebagai campuran pembuat rangka atau sasis. Penggunaan nikel pada rangka kendaraan diperlukan dengan tujuan membuatnya tidak cepat berkarat.

Di samping itu komponen-komponen kendaraan juga banyak yang menggunakan nikel sebagai campurannya, semisal bumper, pelek, atau knalpot.

Dan tentunya nikel juga menjadi bahan baku baterai lithium seperti yang terdapat pada telepon genggam atau peralatan elektronik lainnya.

Baterai lithium sendiri merupakan baterai yang ramah lingkungan karena sifatnya bisa diisi ulang. Karena itu banyak pembuat barang elektronik menggunakannya untuk produk-produk mereka.

Di Indonesia ada beberapa nama besar produsen nikel. Menurut catatan, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) punya penguasaan produk nikel terbesar di dalam negeri setidaknya selama empat tahun belakangan.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2020 menunjukkan perusahaan tersebut menguasai produksi hilir nikel sampai 50%.

Nama besar lainnya adalah PT Vale Indonesia Tbk dengan penguasaan sekitar 22% dan PT Aneka Tambang Tbk yang menguasai sekitar 5%.

Baterai Lithium Smartphone

Penggunaan baterai lithium pada smartphone. (Foto: You Mobile)

Keunggulan dan Jenis Baterai Lithium

Bukan tanpa alasan mayoritas kendaraan listrik menggunakan baterai lithium. Padahal masih ada beberapa pilihan lain, seperti Nickel-Metal Hybrid (NiMH), Sealed Lead Acid (SLA), atau Ultracapacitor.

Salah satu alasannya karena baterai lithium memiliki rasio antara bobot dan energi yang baik. 

Seperti diketahui, bobot dari setiap komponen kendaraan mempengaruhi performanya. Penggunaan baterai lithium memungkinkan produsen menggunakan sel baterai yang lebih sedikit dibanding jenis baterai lain untuk menampung kWh yang sama.

Dengan begitu produsen bisa menjaga agar mobil buatannya tidak overweight

Alasan lainnya adalah baterai semacam ini punya level self discharge yang tergolong rendah. Sederhananya baterai tak cepat ngedrop. Selain itu, suhu kerja optimal baterai lithium juga dinilai cocok untuk menempel pada kendaraan listrik.

Sampai di sini, Carmudian juga mesti tahu, bahwa baterai lithium itu sendiri dibagi ke dalam beberapa jenis.

Setidaknya ada enam (6) jenis yang eksis saat ini, meliputi:

  • LFP = Lithium Ion Phosphate
  • NCA = Lithium Nickel Cobalt Aluminium Oxide
  • NMC = Lithium NIckel Manganese Cobalt Oxide
  • LTO = Lithium Titanate
  • LMO = Lithium Manganese Oxide
  • LCO = Lithium Cobalt Oxide

Pabrikan pun mesti menentukan salah satunya untuk digunakan pada mobil listrik mereka. Ambil contoh Tesla yang banyak menggunakan baterai NCA karena dinilai memiliki spesifikasi terbaik.

Kalau dibandingkan, misalnya dengan LFP, baterai lithium NCA hanya butuh 50% dari jumlah sel baterai untuk menampung kWh yang sama.

Untuk baterai NCA, bahan baku nikel mendominasi dibanding bahan baku lainnya.

Sementara itu NMC bisa dibilang ada urutan selanjutnya soal kemampuan. Baterai semacam ini bisa menyimpan energi dengan baik dan energy density-nya tergolong tinggi tapi masih di bawah NCA.

Untuk diketahui, energy density adalah besarnya energi yang bisa disimpan pada satuan massa.

Nah, untuk baterai LFP memang memiliki energy density yang lebih rendah dibanding NCA dan NMC. Tapi baterai LFP dinilai lebih aman untuk digunakan karena temperatur kerjanya yang rendah.

Hal ini disebabkan adanya kandungan phosphate yang sifatnya adalah pendingin. Beda halnya dengan nikel yang justru memiliki sifat panas.

Sejumlah ahli berpendapat bahwa baterai lithium LFP lebih cocok untuk kendaraan listrik di Indonesia karena iklimnya sangat sensitif terhadap cuaca.

Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019

SPKLU PLN

PLN Sudah Punya SPKLU Ultra Fast Charging, Apa Untungnya Buat Mobil Listrik? (Foto: ESDM)

Tak bisa disangkal segmen kendaraan listrik berkembang cukup pesat di Indonesia. Walau pilihannya masih terbatas jika dibanding kendaraan mesin konvensional, tapi produknya terus bermunculan satu per satu.

Diprediksi segmen ini pun akan semakin berkembang ke depannya. Terlebih setelah disahkannya Peraturan Presiden (Perpres) No. 55/2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi.

Percepatan dilakukan dengan pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, insentif, dan pembangunan infrastruktur pengisian baterai. Tak ketinggalan adalah perlindungan terhadap lingkungan hidup.

Pihak-pihak yang memiliki kompetensi, seperti perusahaan otomotif, universitas, atau lembaga penelitian didorong untuk melakukan penelitian serta pengembangan teknologi kendaraan listrik.

Dengan ekosistem yang bisa dibilang sudah mendukung, semestinya Indonesia bisa mengambil peran strategis dengan bekal bahan baku baterai lithium yang melimpah. Setuju?

Baca Juga:

Penulis: Mada Prastya

Editor: Dimas

Mada Prastya

Bergabung sebagai penulis di Carmudi Indonesia sejak Februari 2021. Menyukai kendaraan roda dua karena simpel, cepat, dan memberi rasa kebebasan dalam berkendara. Email: mada.prastya@icarasia.com

Related Posts