Berita Mobil Sumber informasi

Misalkan Toyota C-HR Masuk Indonesia, Pilihan Mesin Apa Saja yang Memungkinkan?

Jakarta – Toyota berhasil merebut hati kami maupun para pengujung saat GIIAS (Gaikindon Indonesia International Auto Show) 2017. Pasalanya, selain menghadirkan medium van Voxy, yang kini jauh lebih tampan dibanding Nav1, C-HR versi produksi pun dibawa untuk memancing pasar.

Unit yang dipamerkan di panggung utama PT Toyota Astra Motor (TAM) didatangkan langsung dari Jepang dan merupakan salah satu varian tertinggi di sana. Sehingga selain sudah mengaplikasikan fitur canggih seperti Toyota Safety Sense, mesin yang digunakan adalah tipe tinggi 1.8L hybrid.

Namun jika masuk ke Indonesia nantinya, mungkin kah mesin yang sama tersebut yang akan dipakai?

Bahkan seperti yang kami tulis sebelumnya, pihak TAM tak menampik bila C-HR akan masuk ke Indonesia dengan mesin Hybrid. Masalahnya, tentu ada di price tag yang dikabarkan  menyentuh angka Rp 500-600 jutaan dengan mesin itu.

Duh! Harga setinggi itu untuk crossover yang sedikit lebih besar dibanding Honda HR-V? Thanks but we think we’ll pass on that. Kami yakin, setiap orang Indonesia berpikiran sehat lainnya akan lebih memilih Toyota Fortuner atau naik ke Camry Hybrid sekalian dibanding C-HR semahal itu.

Lantas, harus seperti apakah Toyota C-HR saat masuk Indonesia nanti jika ingin dijual lebih murah?

Opsi seperti CKD alias dirakit lokal dan pengurangan fitur tentu bisa dipertimbangkan, namun alternatif mesin lain lah yang jadi prioritas.

Nah, ada pilihan lain kah untuk C-HR?Banyak! Ya, ternyata, Toyota C-HR menjadi salah satu platform global yang bisa dijual di berbagai belahan dunia. Namun mengaplikasikan jantung mekanis berbeda-beda untuk menyesuaikan masing-masing kebutuhan pasarnya.

1. Mesin Hybrid 2ZR-FXE

Ini adalah pilihan mesin yang dikatakan TAM paling mungkin untuk masuk Indonesia. Meski sejujurnya, kami sangat skeptis karena bila dimasukan di angka Rp 500-600 jutaan.

Toyota akan kehilangan kesempatan bermain di segmen emas. Dimana saat ini diramaikan oleh Honda HR-V, Chevrolet Trax, Mazda CX-3 dan Nissan Juke.

 

Berupa mesin 4-silinder berkapasitas 1.798 cc, namun siklus Atkinson yang dipakainya membuat tenaganya tergolong minim. Hanya sampai 122 hp saja dan torsi yang dihasilkan dipatok di 142 Nm dari 3.600 rpm.

Uniknya, tentu jantung mekanis tadi dipasangkan ke sebuah motor listrik bertenaga 71 hp dan torsi instan 163 Nm untuk membentuk sebuah sistem hybrid. Motor listrik tersebut dioperasikan via baterai Nickel-metal hydride berkapasitas 6,5 Ah.

Namun karena fokus mesin ini yang diarahkan ke efisiensi, bukan tenaga, total output-nya dibatasi di 120 hp saja. Sehingga, ekspektasikan konsumsi bahan bakar yang sangat baik di sini dan karakter low end yang playful, meski harus mengorbankan performa di putaran atasnya.

2. Mesin Turbo 8NR-FTS

Selain mesin Hybrid, Jepang, Eropa dan Australia juga menyediakan pilihan mesin lain berupa mesin bensin dengan turbocharger. Namun diposisikan lebih sebagai pilihan entry level, kapasitas mesin ini cenderung kecil di 1.2L tepatnya 1.197 cc saja.

Pun bahkan setelah ditambah udara ekstra dari keong mungilnya dan teknologi gasoline direct injection. Mesin 8NR-FTS ini hanya sanggup menghasilkan tenaga 115 hp saja di 5.600 rpm, alias tetap lebih kecil dibanding mesin NA 1.500 cc milik Honda HR-V. Apalagi mesin 1.400 cc turbo milik Chevy Trax.

Torsinya dipatok di 185 mm pada putaran serendah 1.500-4.000 rpm. Transmisi otomatisnya mengandalkan CVT, sedangkan teknologi rev match bernama IMT (Intelligence Manual Transmission) diaplikasikan untuk pilihan transmisi manual 6-percepatannya.

3. Mesin NA 2.000 cc 3ZR-FAE

Inilah mesin C-HR dengan output terbesar yang tersedia di seluruh dunia. Dan ya, sesuai dugaan Anda. Mesin ini diperuntukan untuk pasar Amerika Serikat yang selalu terkesan gila angka dan tenaga.

Berkode 3ZR-FAE dengan teknologi Valvematic, familiar kah Anda dengan mesin ini? Yup, ini adalah unit yang sama dengan yang digunakan Toyota Nav1 dan Voxy di Indonesia.

Berkapasitas 1.987 cc, mesin ini sanggup menghasilkan tenaga 144 hp di 6.100 rpm dan torsi 189 Nm di 3.900 rpm. Dalam kata lain, angka tenaga ini menjadi yang terbesar dibanding setiap pesaing C-HR di Indonesia.

Oh iya, jenis naturally aspirated alias tak mengandalkan teknologi forced induction apapun juga. Artinya akan membuat karakter bawahnya terasa galak, sehingga akan lebih terasa cekatan untuk penggunaan dalam kota.

Pilihan transmisinya, mesin ini disambungkan ke pilihan manual 6-percepatan dan CVT.

4. Mesin NA 1.800 cc 2ZR-FE

Seperti mesin di atasnya, masyarakat Indonesia juga akan familiar dengan jantung yang satu ini. Yes, ini adalah mesin yang sama dengan Corolla Altis di Indonesia. Berkapasitas 1.798 cc, mesin ini akan digunakan Toyota C-HR di Malaysia.

Pilihan yang tepat, mengingat Malaysia sudah memproduksi mesin ini sendiri di sana sehingga akan menekan biaya produksi secara keseluruhan. Tengok tenaganya, mesin berteknologi Dual VVT-i ini secara misterius lebih kecil dibanding Altis di Indonesia, yaitu 137 hp pada 6.000 rpm dan torsi 173 Nm di 4.400 rpm.

Seperti yang lainnya, pilihan transmisi juga jatuh pada manual 6-percepatan dan CVT dengan mode manual Sequential Shiftmatic 7-percepatan.

5. Mesin NA 1.500 cc 2NR-FE

Ini dia pilihan yang paling kontroversial. Mesin yang sudah diproduksi oleh TMMIN (Toyota Motor Manufacturing Indonesia) sendiri di Indonesia, yang kini ada di bawah kap mesin Sienta, Yaris dan Vios.

Mesin berkode 2NR-FE ini berkapasitas 1.496 cc, alias lebih kecil dibanding mesin naturally aspirated yang tersedia di Amerika Serikat dan Malaysia. Dari soal tenaga terpatok di 10q5 hp pada 6.000 rpm dan torsi 140 Nm di 4.200 rpm.

Produksi lokal jelas akan membuat harga C-HR sangat bersaing nantinya ketika dipasangkan ke mesin ini. Namun di sisi lain, angka tenaganya juga menjadi yang terkecil di kelasnya, bahkan di bawah Juke sekalipun.

Jadi, pilihan mesin mana yang menurut anda paling mungkin untuk dipasangkan ke C-HR saat akan masuk ke Indonesia nantinya? (Penulis: Rosano)

 

Dony Lesmana

Dony Lesman memulai karirnya di dunia jurnalis di Jawa Pos Surabaya 2003. Hijrah ke Jakarta bergabung di majalah Otomotif Ascomaxx dan Motomaxx di 2010. Sempat bergabung di portal berita Sindonews.com di kanal Autotekno hingga 2016 yang mengupas perkembangan otomotif dan teknologi. Terhitung Januari 2017 masuk sebagai tim Journal Carmudi Indonesia yang mengulas dan mempublikasikan berita-berita otomotif terbaru di Indonesia maupun dunia.

Related Posts