Mobil

Serba-Serbi Penggerak Roda Depan, Punya Banyak Keunggulan

Mitsubishi Xpander Cross memakai sistem penggerak roda depan (Foto: Carmudi/Rizen)

Jakarta – Sistem penggerak roda memiliki andil dalam menentukan karakter sebuah mobil. Mobil-mobil keluaran terbaru mulai banyak menggunakan sistem penggerak roda depan. Pabrikan tentunya memperhatikan sisi ekonomis atau performa sebagai pertimbangan dalam menyediakan sistem penggerak roda di sebuah model.

Penggerak roda depan (front wheel drive/FWD) menawarkan kelincahan di jalanan yang cukup padat. Salah satu merek yang mempopulerkan penggunaan mesin depan-penggerak depan di Tanah Air adalah Honda pada era 1970-an. Saat itu, sebagian besar mobil yang beredar masih berpenggerak roda belakang.

Hampir semua jenis mobil menggunakannya, mulai dari city car, hatchback, sedan kecil sampai besar, SUV dan MPV. Perpaduan ini mampu membuat mesin bekerja lebih efisien. Hal ini diperoleh berkat minimnya tingkat gesekan yang terjadi lantaran komponen yang digunakan lebih sedikit. Konfigurasi ini tak menggunakan as kopel untuk menyalurkan tenaga seperti pada penggerak belakang.

Percobaan dengan mobil berpenggerak roda depan sebenarnya telah dimulai sejak awal kelahiran mobil itu sendiri. Menurut beberapa sumber, antara tahun 1895 dan 1898 Gräf & Stift membuat voiturette dengan mesin De Dion-Bouton satu silinder yang terpasang di bagian depan kendaraan untuk menggerakkan kedua roda depan.

Mobil ini kemudian diperdebatkan statusnya sebagai mobil berpenggerak roda depan pertama di dunia karena hanya satu unit saja yang dibuat. Setelahnya, J. Walter Christie, seorang berkebangsaan Amerika Serikat, mematenkan sebuah desain mobil berpenggerak roda depan yang prototipenya ia buat tahun 1904. Ia mempromosikan dan mendemonstrasikan kendaraannya pada berbagai perlombaan di Amerika Serikat, termasuk Vanderbilt Cup tahun 1906 dan Grand Prix Perancis.

Layout Penggerak Roda Depan

Pada umumnya pabrikan kendaraan merancang layout mesin dengan sistem penggerak roda depan secara melintang demi mengejar sisi efisiensi. Garis sumbu putaran roda sudah sejajar dengan garis sumbu putaran mesin. Artinya gigi akhir hanya berfungsi sebagai gigi reduksi, bukan pengubah arah garis sumbu seperti di penggerak belakang.

Alasan pabrikan mobil kini lebih condong merilis mobil FWD tak lain karena biaya produksi pembuatan mobil penggerak roda depan lebih murah. Bila dibandingkan dengan biaya produksi pembuatan mobil penggerak roda belakang di kategori mobil yang sama, lebih mahal karena komponennya yang cukup banyak.

Rancangan drivetrain di sistem penggerak ini lebih sederhana dari sisi komponen mekanis, tanpa adanya gardan atau as kopel seperti di penggerak roda belakang.

Namun konstruksi ini membuat roda depan bekerja lebih berat, karena selain untuk mengatur arah kendaraan, roda juga berfungsi sebagai penggerak.

Keunggulan Penggerak Roda Depan

Kelebihan FWD ada pada traksi mobil di jalanan licin pada saat hujan. Traksi lebih bagus pada jalan licin, karena roda depan yang menarik roda belakang.

Keunggulan lainnya dari penggerak roda depan dari sisi bobot, mobil lebih ringan karena tidak adanya roda gila atau flywheel dan poros gardan untuk menyalurkan daya ke roda belakang. Dengan mobil yang lebih ringan, akan signifikan mengurangi konsumsi bahan bakar dan lebih cepat berakselerasi untuk medan aspal.

Karena susunan konstruksinya yang lebih ringkas, maka bobot mobil secara keseluruhan pun dapat terpangkas. Posisi mesin pada penggerak roda depan umumnya melintang (tranverse), juga membuat ruang mesin dapat dibuat minimalis. Hasilnya, kabin mobil pun bisa dibuat lebih optimal dan lega karena lantai kabin dapat dibuat lebih rata.

Penggerak Roda Depan Cenderung Susah Nanjak

Hal inilah yang kerap membuat mobil berpenggerak roda depan lebih lemah ketimbang penggerak roda belakang. Kemampuannya seolah loyo saat menghadapi daerah perbukitan, dengan kondisi jalan kasar karena secara teknis roda depan menarik mobil, bukan mendorong, seolah lebih sulit menanjak.

Hal lain yang bisa dialami pengemudi mobil berpenggerak roda depan yakni perasaan sulit menanjak meskipun dengan tingkat kemiringan yang tidak terlalu tajam. Kondisi ini muncul karena roda belakang kehilangan traksi. Saat mobil menanjak, beban mobil berpindah ke bagian belakang.

Sementara itu, bagian depan mobil akan kehilangan berat beban, ini yang memicu mobil penggerak roda depan selip. Kita butuh ancang-ancang yang tepat supaya mobil tidak melorot di tanjakan.

Usahakan dari bawah mobil sudah di kecepatan yang cukup, agar mobil lebih mudah menghabiskan tanjakan sampai akhir. Pakai gigi satu dari bawah dan injakkan gas yang cukup.

Kelemahan Penggerak Roda Depan

Menyiksa Livina menuju Pucok Krueng

Di balik kelincahan dari sistem penggerak roda depan, teknologi ini ternyata memiliki lebih banyak kelemahan. Dari rancangannya, jelas roda depan menanggung beban ganda, selain mengatur arah kendaraan juga menggerakkan laju mobil.

Ini membuat karakter pengendalian mobil berpenggerak roda depan menjadi berbeda. Gejala understeer atau ‘nyelonong’, menjadi ciri khas mobil berpenggerak depan. Hal itu disebabkan bobot kendaraan yang cenderung terpusat di moncong.

Bobot kendaraan banyak tertumpu di roda depan. Saat pengereman dan sebelum masuk tikungan, membuat ban depan harus bekerja keras. Bila beban yang diterima begitu besar, ban mudah sekali kehilangan cengkeraman dan menyebabkan mobil mengalami understeer.

Butuh Ruang Belok Lebih Besar

Kelemahan lainnya dari sistem penggerak roda depan membuat radius putar lebih luas, karena bagian as roda depan selain mengatur sistem kemudi juga mengatur sistem penggerak. Hal ini menyebabkan dibutuhkan ruang yang lebih luas untuk berputar.

Mobil Lebih Sulit Dikendalikan pada Kecepatan Tinggi

Kondisi ini bakal makin parah bila pengemudi sering menginjak dan mengangkat pedal gas dengan kasar. Ban pun mudah kehilangan traksi akibat efek engine brake atau akselerasi mendadak.

Soal bobot, bakal cukup riskan apabila mobil penuh penumpang dan barang. Mobil lebih susah dikendalikan, dibandingkan dengan sistem penggerak roda belakang.

Mobil dapat ‘oleng’ ke kiri dan ke kanan bila kita berkendara secara agresif. Oleh sebab itu, mobil jenis ini kurang cocok untuk dijadikan sebagai mobil balapan.

Muncul Gejala Understeer

Menguji kelincahan Nissan Livina

Apabila kita mengalami gejala understeer, pengemudi perlu mengoreksi arah kendaraan dengan mencoba meluruskan kemudi agar traksi ban didapat kembali. Setelah itu, kembali mengarahkannya ke sudut tikungan.

Untuk meminimalkan gejala ini, pengemudi diharamkan untuk memainkan pedal gas secara agresif saat di tikungan. Pindahkan transmisi ke posisi gigi lebih rendah untuk mendapatkan torsi mesin, lalu tekan pedal gas dengan lembut.

Biaya Perbaikan Setelah Tabrakan Membengkak

Permasalahan yang umum timbul, yakni getaran di roda. Getaran ini akan lebih terasa di setir dan dapat membuat bodi bergetar. Bila dibiarkan, kenyamanan berkendara dan keamanan akan terganggu.

Pemakaian yang sembarangan dan asal hajar lubang selama berkendara membuat kaki-kaki cepat rusak. Perilaku tersebut berpengaruh pada usia pakai beberapa komponen pada penggerak roda depan, salah satunya CV joint drive shaft yang mudah termakan usia.

Apabila terjadi tabrakan, bagian yang juga rawan akan kerusakan adalah pada penggerak roda. Pasalnya, Kemudi dan tenaga pendorong ada di roda yang sama, komponen drivetrain bisa terkena dampak benturan secara langsung.

 

Penulis: Yongki Sanjaya

Editor: Dimas

Baca Juga:

Apa Saja yang Harus Diperhatikan Waktu Membeli Toyota Alphard Bekas?

Tutus Subronto

Tutus Subronto memulai karirnya di dunia otomotif sebagai jurnalis di Media Indonesia. Sejak 2008, telah meliput beragam kegiatan otomotif nasional. Terhitung Januari 2014 masuk sebagai tim Content Writer di Carmudi Indonesia. Kini terlibat di tim editorial Journal Carmudi Indonesia untuk mengulas dan publikasikan berita-berita otomotif terbaru. Email: tutus.subronto@icarasia.com

Related Posts